
Pendahuluan
Isu pencampuran etanol ke bahan bakar minyak (BBM) telah menjadi perdebatan publik di Indonesia belakangan ini. Salah satu proposal yang tengah digodok adalah penerapan mandatori etanol 10 persen (E10) sebagai campuran pada bensin. Namun, berbagai pihak muncul dengan kekhawatiran bahwa penggunaan etanol dalam kadar tersebut bisa berdampak negatif terhadap performa mesin, konsumsi, atau daya tahan kendaraan.
Menanggapi kritik semacam itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia secara terbuka membantah bahwa etanol 10% itu “tidak bagus” atau berbahaya. Ia menyebut klaim semacam itu tidak benar dan memaparkan sejumlah alasan mengapa kebijakan E10 di Indonesia bisa dijalankan secara aman dan bermanfaat.
Di artikel ini, kita akan menguraikan secara sistematis:
Latar belakang kebijakan E10 dan urgensi transisi energi Indonesia
Pernyataan dan bantahan Bahlil terhadap kritik—apa saja alasan yang dikemukakan
Respons, kritik, dan kajian teknis terhadap E10
Tantangan pelaksanaan dan mitigasi risiko
Proyeksi dan rekomendasi ke depan
- Latar Belakang Kebijakan Etanol 10 % (E10)
1.1 Kebutuhan diversifikasi energi
Indonesia selama ini banyak bergantung pada BBM fosil—baik untuk produksi sendiri maupun impor untuk memenuhi defisit. Menurut paparan Bahlil, konsumsi BBM dalam negeri bisa mencapai 1,6 juta barel per hari, sedangkan kapasitas produksi nasional hanya sekitar 600 ribu barel. Artinya, ada ketergantungan impor yang besar untuk menutup kekurangan.
IDN Financials
+3
FORTUNE Indonesia
+3
detikcom
Bahlil Bantah Tidak Benar Etanol 10% di BBM
Dalam konteks ini, substitusi sebagian konsumsi bensin dengan etanol dari sumber lokal (seperti tebu, singkong, jagung) dianggap sebagai salah satu strategi mitigasi ketergantungan impor.
Bali Express
+2
IDN Financials
+2
1.2 Komitmen terhadap energi bersih dan pengurangan emisi
Selain aspek ketahanan energi, penggunaan etanol diharapkan dapat membantu mengurangi emisi karbon dari sektor transportasi. Campuran biofuel biasanya memiliki karakteristik pembakaran yang lebih “bersih” dibanding bahan bakar fosil murni, meskipun tentu tidak tanpa tantangan teknis. Pemerintah menyebut bahwa porsi etanol di BBM bisa menjadi langkah transisi ke energi rendah karbon.
ERA.ID
+3
Antara News
+3
Bali Express
+3
1.3 Praktek internasional sebagai acuan
Bahlil dan sejumlah pihak pemerintah sering mengutip bahwa banyak negara telah menerapkan pencampuran etanol dalam BBM mereka (baik sebagai kebijakan mandatori maupun sukarela). Contoh-contoh yang dikemukakan termasuk Brasil, Amerika Serikat, India, Thailand, dan Argentina.
Republika Online
+5
jurnipos.com
+5
Media Indonesia
+5
Brasil disebut telah menerapkan E27 (27 %) di beberapa wilayah, bahkan ada provinsi yang memproduksi etanol “100 %” (E100).
Bali Express
+4
SINDOnews Ekbis
+4
Media Indonesia
+4
Di Amerika Serikat, kebijakan E10 sudah menjadi praktik umum, bahkan sebagian wilayah mengizinkan E85.
jurnipos.com
+2
Media Indonesia
+2
India dan Thailand juga disebut memiliki kebijakan E20 (20 %) dalam program biofuel mereka.
Bali Express
+3
ERA.ID
+3
jurnipos.com
+3
Tentunya, kondisi ekonomi, industri, dan infrastruktur berbeda di tiap negara, sehingga model internasional tidak bisa langsung ditiru, tapi tetap menjadi referensi legitimasi kebijakan E10 lokal.
1.4 Tahapan dan kesiapan industri
Pemerintah menyadari bahwa untuk menerapkan E10 secara nasional diperlukan persiapan, baik dari sisi produksi etanol domestik, distribusi logistik, uji kualitas, hingga kesiapan kendaraan atau mesin. Bahlil menyebut bahwa kebijakan E10 belum akan langsung diberlakukan dalam waktu dekat, karena pemerintah masih perlu membangun pabrik-pabrik etanol dan memperkuat ekosistemnya.
Bali Express
+3
detiknews
+3
jurnipos.com
+3
- Bantahan Bahlil terhadap Kritik—Apa Alasan yang Diberikan
Ketika muncul kritik bahwa etanol (terutama dalam kadar 10 %) “tidak bagus” untuk mesin atau bisa berdampak negatif lainnya, Bahlil melakukan pembelaan terbuka. Berikut adalah poin-poin kunci dari bantahan dan argumennya:
2.1 “Sangat tidak benar kalau dibilang etanol itu nggak bagus”
Bahlil menyatakan bahwa klaim bahwa “etanol itu tidak bagus” adalah pernyataan yang keliru. Ia menekankan bahwa banyak negara sudah menggunakan campuran etanol, sehingga tidak bisa begitu saja menyebutnya berbahaya.
jurnipos.com
+2
Republika Online
+2
SLOT ONLINE SLOT888 MUDAH MENANG
Hal ini ia katakan di forum Investor Daily Summit 2025, saat menanggapi isu bahwa ada pihak yang skeptis terhadap pencampuran etanol pada BBM.
jurnipos.com
2.2 Penegasan bahwa kandungan etanol sudah “sesuai standar”
Menurut Bahlil, semua produk BBM yang beredar harus melewati uji kualitas melalui lembaga yang berwenang (seperti Lemigas). Jika tidak memenuhi spesifikasi, maka BBM tersebut tidak akan didistribusikan. Dengan demikian, ia meyakini bahwa semua BBM yang sudah beredar—meskipun mengandung etanol—sudah aman secara standar.
detiknews
+2
Bali Express
+2
Ia menyebut bahwa selama kadar etanol di bawah 20 %, asalkan etanol tersebut bersih dan memenuhi standar, maka tidak akan menjadi masalah.
detiknews
2.3 Mencontoh negara-negara yang sudah berhasil
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, Bahlil menyebut banyak negara yang telah menerapkan campuran etanol dengan kadar tinggi sebagai bukti bahwa penggunaan etanol dalam BBM adalah praktik yang bisa dijadikan acuan.
Bali Express
+4
jurnipos.com
+4
Media Indonesia
+4
Ia menyebut Brasil yang telah menerapkan E27 dan bahkan E100 di beberapa lokasi.
jurnipos.com
+2
Media Indonesia
+2
2.4 Dampak makro-ekonomi dan manfaat lokal
Bahlil juga menyebut manfaat sosial-ekonomi dari penerapan E10, seperti:
Pemanfaatan bahan baku lokal (singkong, tebu, jagung) yang membuka peluang bagi pertanian dan ekonomi daerah.
Antara News
+3
jurnipos.com
+3
Bali Express
+3
Pengurangan impor BBM fosil, sehingga memperkuat ketahanan energi nasional.
IDN Financials
+3
Bali Express
+3
Antara News
+3
Dorongan untuk inovasi industri bioetanol dalam negeri, termasuk pembangunan pabrik skala besar.
IDN Financials
+3
detiknews
+3
Bali Express
+3
2.5 Kebijakan bertahap dan kehati-hatian
Bahlil menekankan bahwa kebijakan E10 akan dilaksanakan secara bertahap, dengan persiapan terlebih dahulu industri etanol dan infrastruktur distribusi. Ia mengisyaratkan bahwa pemberlakuan tidak akan langsung tahun 2026 (untuk seluruh negeri) karena masih ada tahap persiapan.
detiknews
Dengan demikian, klaim bahwa E10 akan langsung menyengsarakan pemilik kendaraan lama atau merusak mesin merupakan generalisasi prematur menurut Bahlil.
- Respons Publik dan Kritik Teknis terhadap E10
Walaupun Bahlil menolak argumen negatif terhadap etanol 10 %, berbagai kalangan—baik dari teknisi, akademisi, maupun masyarakat pengguna kendaraan—menyampaikan kekhawatiran. Berikut beberapa poin penting:
3.1 Isu konsumsi bahan bakar (boros) dan densitas energi
Salah satu kritik sering dikemukakan adalah bahwa etanol memiliki densitas energi (energi per volume) yang lebih rendah dibanding bensin fosil murni. Karena itu, ketika digunakan sebagai campuran, kendaraan mungkin membutuhkan volume bahan bakar yang sedikit lebih besar untuk mencapai performa yang sama, sehingga dikatakan “lebih boros”.
Beberapa akademisi bahkan menyebut bahwa penambahan etanol ke dalam BBM bisa menyebabkan pemakaian lebih boros.
Reddit
Memang, dalam literatur umum, etanol memiliki nilai kalor (lower heating value) per liter yang lebih rendah dibanding bensin, meskipun aspek oktan yang lebih tinggi bisa membantu pembakaran lebih efisien dalam kondisi tertentu.
3.2 Kompatibilitas mesin dan suku cadang
Kritik lain berkisar pada apakah mesin-mesin di Indonesia—terutama kendaraan lama atau kendaraan dengan sistem bahan bakar tradisional—akan kompatibel dengan etanol 10 %. Ada kekhawatiran bahwa bahan pelek (seal), pompa bensin, injektor, dan sistem bahan bakar lain bisa mengalami degradasi lebih cepat jika tidak dirancang untuk etanol.
Beberapa pihak juga mengingat bahwa sifat etanol yang higroskopis (mudah menyerap air) bisa menimbulkan korosi atau kontaminasi jika tangki atau saluran tidak kedap terhadap kelembapan.
3.3 Kesenjangan produksi dan rantai pasok
Seperti disinggung oleh anggota DPR, kekhawatiran muncul bahwa kapasitas produksi etanol domestik saat ini belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan jika E10 diterapkan secara nasional.
Antara News
Misalnya, data menunjukkan kapasitas terpasang produksi etanol nasional sekitar 303 ribu kiloliter per tahun, sedangkan realisasi produksi baru sekitar 161 ribu kiloliter. Jika E10 diterapkan secara penuh, kebutuhan etanol diperkirakan mencapai 890 ribu kiloliter per tahun. Artinya, terdapat kesenjangan yang harus diisi—mungkin dengan impor atau percepatan pembangunan pabrik etanol.
Antara News
Kekhawatiran bahwa kebijakan E10 justru bisa menimbulkan impor etanol pun muncul. Anggota DPR menyebut bahwa pemerintah harus memastikan pasokan etanol dari dalam negeri cukup agar tidak membuka “keran impor baru”.
Antara News
3.4 Validitas data, uji coba, dan jaminan mutu
Beberapa pihak menuntut transparansi lebih jelas mengenai hasil uji coba mesin terhadap E10, data jangka panjang efek terhadap mesin, dan jaminan mutu etanol yang akan dicampurkan (kemurnian, bebas air, aditif, dll).
Jika tidak ada standar ketat dan pengawasan kualitas, aditif atau impuritas etanol bisa menyebabkan masalah teknis.
3.5 Resistensi dari pelaku SPBU swasta
Ada laporan bahwa beberapa operator SPBU swasta (seperti Shell, BP-AKR, Vivo) menolak membeli base fuel dari Pertamina yang mengandung etanol 3,5%, dengan dalih bahwa biaya penanganan dan penyesuaian infrastruktur akan lebih tinggi.
Bali Express
Tantangan ke depan adalah bagaimana mengkoordinasikan semua pihak (SPBU swasta dan milik negara) agar bisa menghasilkan supply chain yang efisien dan adil.
- Tantangan Pelaksanaan & Mitigasi Risiko
Untuk agar kebijakan E10 bisa dijalankan secara aman dan efektif, terdapat beberapa tantangan teknis, regulasi, dan manajerial yang perlu diperhatikan:
4.1 Peningkatan kapasitas industri bioetanol
Pembangunan pabrik etanol baru, modernisasi pabrik yang ada, serta peningkatan bahan baku (tebu, singkong, jagung) di daerah-daerah produksi menjadi prioritas.
Pabrik di Bojonegoro (Jawa Timur) misalnya disebut sebagai salah satu yang akan diprioritaskan agar bisa menutup defisit pasokan etanol.
Antara News
+1
Kapasitas produksi perlu disesuaikan agar tidak terjadi sengketa pasokan atau impor yang tidak terkendali.
4.2 Standar mutu dan pengujian
Pemerintah harus menetapkan standar mutu etanol (kemurnian, kadar air, kandungan aditif) dan memastikan seluruh campuran BBM melewati pengujian lembaga seperti Lemigas. Bahlil sudah menyatakan bahwa BBM hanya akan didistribusikan jika lulus standar.
detiknews
Pengawasan mutu secara teratur perlu dilakukan agar tidak ada campuran “ilegal” atau cacat yang merusak mesin konsumen.
4.3 Adaptasi infrastruktur distribusi
Infrastruktur penyimpanan dan distribusi (tangki, pipa, pompa) harus kompatibel dengan etanol, termasuk mitigasi korosi dan kebocoran yang terkait sifat kimia etanol.
SPBU, depot BBM, dan stasiun penyaluran harus disiapkan agar tidak menjadi bottleneck.
4.4 Kampanye dan edukasi publik
Pengguna kendaraan (terutama pemilik kendaraan tua) perlu diberikan edukasi tentang penggunaan E10, potensi dampak, perawatan, dan risiko.
Sosialisasi menyeluruh akan membantu meredam resistensi atau kecemasan konsumen yang mendengar kabar negatif.
4.5 Fase uji coba dan implementasi bertahap
Sebaiknya kebijakan E10 diterapkan melalui fase uji coba di wilayah terbatas terlebih dahulu (pilot project), kemudian dievaluasi sebelum diperluas nasional.
Tahapan bertahap ini memberi ruang untuk mengidentifikasi masalah teknis dan memperbaiki regulasi. Bahlil sendiri menyebut bahwa E10 belum akan langsung diberlakukan di 2026 secara nasional karena masih membutuhkan persiapan.
detiknews
4.6 Insentif dan regulasi untuk sektor swasta
Pemerintah perlu merancang insentif (subsidi, pengurangan bea, kemudahan izin) agar pelaku SPBU swasta mau ikut mendukung distribusi BBM E10. Regulasi yang memastikan “level playing field” antara SPBU milik negara dan swasta sangat penting.
- Proyeksi, Peluang, dan Rekomendasi ke Depan
5.1 Proyeksi dampak ekonomi dan lingkungan
Jika berhasil diterapkan dengan baik, E10 dapat membantu mengurangi impor bensin fosil nasional, sehingga memperkuat ketahanan energi dalam negeri.
Penggunaan etanol lokal juga dapat meningkatkan pendapatan petani dan industri pengolahan pertanian, terutama tanaman bahan baku etanol seperti singkong, tebu, dan jagung.
Dari sisi lingkungan, meskipun etanol bukan bahan bakar bebas karbon, kombinasi dengan bensin dapat sedikit menurunkan emisi gas rumah kaca, terutama jika produksi etanol dilakukan secara efisien dan berkelanjutan.
5.2 Risiko yang harus terus dipantau
Jika produksi etanol domestik tidak tumbuh sesuai target, ada risiko impor etanol, yang bisa melemahkan tujuan kemandirian energi.
Jika pengawasan mutu lemah, aditif atau impuritas etanol bisa merusak mesin konsumen.
Jika infrastruktur distribusi belum siap, bisa timbul hambatan logistik, terutama di daerah terpencil.
Jika konsumen merasa bahan bakar lebih boros atau performa menurun, ada risiko resistensi publik atau gerakan anti-E10.
5.3 Rekomendasi strategis
Fokus pada pilot project: select wilayah dan jenis kendaraan sebagai percobaan, ambil data empiris, dan evaluasi sebelum skala nasional.
Bangun kemitraan antara pemerintah, swasta, dan petani: agar rantai pasokan etanol terintegrasi, dari hulu (pertanian) hingga hilir (distribusi BBM).
Terapkan regulasi penjamin mutu dan standardisasi: agar semua campuran E10 memenuhi spesifikasi aman.
Berikan insentif untuk SPBU swasta dan produsen etanol lokal agar mau berpartisipasi aktif dalam ekosistem E10.
Lakukan edukasi massal kepada pengguna kendaraan agar konsumen tidak mudah terpengaruh klaim negatif tanpa dasar ilmiah.
Lakukan monitoring dan evaluasi berkala: catat dampak teknis (konsumsi, perawatan mesin, keluhan pengguna), dampak ekonomi, dan mitigasi hambatan.
Penutup
Pernyataan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia bahwa klaim “etanol 10 % tidak bagus untuk mesin” adalah tidak benar merupakan posisi yang tegas dalam konflik narasi publik. Ia mengedepankan data internasional, standar kualitas, dan urgensi transisi energi sebagai argumen pendukung.
Namun, kritik teknis, kesiapan industri, dan tantangan implementasi tetap nyata dan harus dijawab dengan kebijakan pragmatis, transparan, dan berbasis bukti. Jika E10 dapat dijalankan secara hati-hati dan berkelanjutan, potensi manfaatnya bagi ketahanan energi dan penguatan ekonomi lokal cukup besar.